Kare’-karena #1
Pameran permainan anak tradisional, kursus Bahasa Isyarat Indonesia dan lomba menggambar untuk anak-anak.
Acara untuk anak-anak bertema “Kare’-karena” (bahasa Makassar) yang berarti bermain-main.
Rencana Acara
Saat itu aku sedang membagi pikiranku, antara mengurusi pekerjaan di luar kota dan rencana perjalananku menelusuri komunitas tuli di pulau Jawa yang aku tau. Aku terus berkomunikasi dengan teman-teman Tuli melalui grup whatsapp perihal rencana kegiatan yang tercetus dari obrolan panjang mengenai eksistensi komunitas seni yang baru saja kami buat. Kemudian muncul sebuah ide kegiatan yang kami bayangkan bisa menggabungkan banyak kalangan serta membuat kami juga mampu melakukan sosialisasi tentang budaya tuli di masyarakat, dalam konteks peserta milenial.
Menindaklanjuti banyak ide yang sudah kami bahas jauh-jauh hari, waktu itu berawal dari disetujuinya proposal proyek kreatif mahasiswa yang diajukan Eky dan teman-teman, itu seperti angin segar bagi rencana-rencana kami tersebut. Beruntung saat itu, aku memiliki tim yang sangatlah kooperatif dan konsisten pada tujuan, sebagai bagian dari KS4Titik aku boleh memantau segala persiapan dan perkembangan acara dari jauh sembari aku ‘membagi cerita’ ke teman-teman tuli di luar kota perihal komunitas seni inklusif yang kami cetus demi memperjuangkan kesetaraan ini.
Tema Kare’-karena
Kemudian, aku dan Eky berencana bertemu di sekitaran kampus ISI Solo. Saat itu Eky harus mempresentasikan proyek kami di hadapan dosen-dosen dan pihak-pihak terkait. Jadi dia sedikit banyak butuh diskusi dan kerja sama denganku. Kukebutlah motorku, dari Bantul ke Solo demi pertemuan kami yang sangat krusial tersebut. Dari hasil pertemuan itu, disepakati sebuah tema “Kare’-karena” (bahasa Makassar) yang berarti bermain-main. Tujuan pemilihan tema ini dengan harapan kami mampu menstimulasi rasa toleransi anak-anak terhadap perbedaan melalui permainan tradisional, serta memupuk pengetahuan budaya dan tradisi pada generasi muda.
Pelaksanaan Acara
Akhirnya terwujudlah acara ini, pesertanya benar-benar beragam dari kalangan anak penampungan rumah detensi pengungsi, anak-anak Tuli, dan anak-anak binaan dari Aksara Seni beserta orang tua mereka. Aku mempercepat kepulanganku dari berpetualang dan memberikan mereka kejutan dengan hadir begitu saja di hari H. Aku disambut peluk hangat dari teman-teman Tuli, dan aku bahagia sekali melihat begitu banyak perbedaan yang menyatu dengan tawa dalam permainan, aku tak bisa menahan diriku untuk ikut berpartisipasi dalam setiap permainan. Anak-anak korban krisis kemanusiaan yang mencari suaka disini, anak-anak Tuli yang terhambat tumbuh-kembang kreativitasnya dengan tidak boleh menggunakan isyarat di sekolah-sekolah mereka, sejenak melupakan segala keresahan dalam kesehariannya hanya dengan menjadi diri mereka (menjadi anak-anak) tanpa melihat latar belakang budaya, keyakinan ataupun hambatan yang mereka miliki, serta yang paling jahat menurutku adalah stereotip yang dialamatkan orang-orang secara khusus kepada mereka.
Dari raut wajah teman-teman kecil, aku belajar tentang kemurnian cinta yang sulit kita dapatkan hari ini.
Twitter
Facebook
LinkedIn
Email